
Ruwatan Muharram di Kadilangu Demak
DEMAK - Tradisi ruwatan telah mengakar kuat dalam budaya dan kepercayaan masyarakat Demak Jawa Tengah. Tradisi tersebut dilestarikan oleh ahli waris Kanjeng Sunan Kalijaga dan dilaksanakan dua kali dalam setahun saat bulan Muharram dan rajab menurut penanggalan hijriyah.
Lebih dari sekadar ritual, ruwatan menyimpan makna melestarikan tradisi yang diajarkan kanjeng Sunan Kalijaga. Ruwatanmerupakan sebuah upacara yang berasal dari Jawa dan digunakan untuk membebaskan atau melepaskan seseorang dari hukuman atau kutukan yang membawa sial atau membahayakan. Sementara dalam bahasa Jawa, ruwatan memiliki arti “dilepas” atau “dibebaskan” bisa diartikan membuang sial.
Diceritakan asal-usul ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Kisah yang menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang istimewa memiliki dua orang istri, yang bernama Pademi dan Selir. Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki bernama Wisnu, sedangkan dari Selir, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Batarakala.
Ketika Batarakala dewasa, ia menjadi sosok yang jahat dan kerap mengganggu anak-anak manusia untuk dimakannya. Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah, Batara Guru, yang tidak terkendali.
Dalam suatu peristiwa, Batara Guru dan Selir sedang mengelilingi samudera dengan menaiki punggung seekor lembu. Tiba-tiba, hasrat seksual Batara Guru muncul dan ia ingin bersetubuh dengan Selir. Namun, Selir menolak dan air mani Batara Guru jatuh ke tengah samudera. Air mani tersebut kemudian berubah menjadi raksasa yang dikenal dengan nama Batarakala.
Konon, Batarakala meminta makanan berupa manusia kepada Batara Guru. Batara Guru mengizinkan dengan syarat bahwa manusia yang dimakan haruslah wong sukerto, yaitu orang-orang yang mendapat kesialan, seperti anak tunggal. Oleh karena itu, setiap anak tunggal harus menjalani ruwatan agar terhindar dari malapetaka dan kesialan. Selain anak tunggal setiap manusia diharapkan ikut diruwat juga. “Untuk ruwatan di bulan Muharram ini akan terlaksana di hari minggu (4/8/2024) di pendopo Notobratan. Sealanjutnya para peserta yang diruwat atau Sukerto akan mengikuti prosesinya dari awal sampai dengan akhir. Semoga para Sukerto bisa terhindar dari mara bahaya, di qobulkan hajadnya dan dimudahkan segala urusannya”, pungkas Adi Purnomo Ketua Penyelenggara Ruwatan. (Dinpar/Eza)